![]() |
| Penampilan Den Hasan dengan Wayang Kalinya. |
Jakarta — Gelak tawa bercampur decak kagum membahana di Auditorium Kemendikdasmen PNFI, Kamis (25/9), saat Den Hasan, pendongeng asal Jepara, menampilkan Wayang Kali dalam puncak peringatan Hari Aksara Internasional 2025. Penampilannya yang atraktif dan interaktif bukan hanya menghibur ratusan penonton, melainkan juga menggugah kesadaran tentang ekologi dan literasi digital.
Dengan Wayang berkarakter ikan khas Sungai Muria, Den Hasan menuturkan kisah sebuah sungai yang semula jernih dan damai, lalu tiba-tiba menjadi keruh akibat ulah tangan-tangan serakah. Dari panggung kecilnya, ia melantunkan suluk: “Kedung Molo, Kali Wiso nampak tenang, tanpa riak, tanpa gelombang. Ikan-ikan dan satwa air lainnya tampak gamblang berenang menjalankan tugas keseharian dengan penuh penghayatan."
Namun ketenangan itu sirna saat buto mengacau, menebar kebisingan, hingga membuat para penghuni sungai saling curiga. Alegori ini, menurut Den Hasan, adalah cermin dunia maya. “Sungai digital pun bisa keruh bila manusia kehilangan kesalehan. Maka yang terjadi adalah saling curiga, kesalahpahaman, bahkan perpecahan,” ucapnya dari balik layar.
Dalam kisahnya, Raja Lele menunjuk ikan khutuk untuk mencari jalan damai. Burung-burung diminta membawa kabar kebaikan dan persatuan. Tokoh Mbah Bulus, tetua sungai, berujar: “Dalam situasi keruh dibutuhkan hati dan pikiran yang jernih mengurai permasalahan, mencari jalan penyelesaian yang terbaik”.
Momen klimaks terjadi ketika Den Hasan membagikan peluit bambu kepada penonton. Dalam hitungan detik, ratusan suara peluit ditiup serentak, meniru riak sungai yang kembali bersih. “Membersihkan sungai digital tidak bisa saya selesaikan di panggung ini. Itu tergantung pada kita semua, mau atau tidak menjadi agen perubahan kesalehan literasi digital untuk membangun peradaban,” tegasnya.
Pertunjukan ditutup dengan suluk pamungkas: “Ilmu iku kelakone kanthi laku. Lekase kalawan kas. Setya budya pangekese dur angkara.” Pesan itu meneguhkan bahwa literasi sejati bukan hanya keterampilan teknis, melainkan laku hidup untuk membangun peradaban yang bersih, damai, dan berkarakter.
Hari Aksara Internasional tahun ini pun menjadi panggung yang membuktikan: literasi bisa hadir dengan cara paling segar—dari dongeng ikan-ikan Muria, tawa penonton, dan suara peluit bambu yang menggema bersama.

mantap...
BalasHapusPosting Komentar