Tradisi Babarit: Doa yang Menyatu dengan Tanah Kuningan ke-527

Pembukaan tradisi Babarit di Kuningan. Foto: Diskominfo Kuningan


Di halaman Pendopo Kabupaten Kuningan, pagi itu udara terasa lebih khidmat. Langit cerah, angin lembut berhembus membawa aroma kembang setaman dan wangi nasi tumpeng yang tersaji di tengah lingkaran warga. Dengan pakaian adat Sunda, para tokoh masyarakat, pejabat daerah, dan warga berkumpul dalam satu niat: menggelar tradisi babarit sebagai ungkapan syukur pada Milangkala Kuningan ke-527.


Tradisi Babarit kembali digelar di Pendopo Kabupaten Kuningan sebagai bagian dari rangkaian Hari Jadi ke-527 Kuningan. Prosesi sakral ini menjadi simbol rasa syukur atas limpahan nikmat sekaligus penghormatan terhadap nilai-nilai warisan leluhur.


Upacara Babarit merupakan upacara mengucapkan rasa syukur. Upacara Babarit dilaksanakan pada bulan Suro maka penghormatan bulannya pun kebanyakan dilaksanakan pada bulan yang memiliki religi menurut agama Islam. Penyesuaian waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga ketentuan adat dan akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis.


Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., menyamapaikan, Babarit bukan sekadar acara seremonial. “Babarit ini tasyakur atas rahmat dan keberkahan dari Allah SWT, sekaligus upaya mempererat silaturahmi, melestarikan tradisi, budaya, dan warisan leluhur,” ujarnya, Minggu (24/8/2025).


Bupati Dian juga mengingatkan pentingnya menjaga nilai-nilai kearifan lokal Sunda seperti silih asah, silih asih, silih asuh (saling mencerdaskan, saling menyayangi, saling membimbing) yang diyakini mampu memperkuat kerukunan dan kebersamaan masyarakat. “Insya Allah dengan kerukunan dan kebersamaan, kita bisa menghadapi berbagai persoalan,” tambahnya.


Dalam prosesi Babarit, air dari empat kabuyutan—Cihulu Kuningan (barat), Cikahuripan Cilimus (utara), Indrakila Karangkancana (timur), dan Jamberama Selajambe (selatan)—disatukan sebagai simbol penyatuan sumber kehidupan. Rangkaian prosesi dilengkapi dengan sawer air, tabuhan gamelan, tari kendi air, serta kidung sakral dari juru kawih.


Bupati bersama Wakil Bupati juga membagikan tumpeng, hasil bumi dan nasi pincuk kepada masyarakat sebagai simbol  semangat berbagi. Di usianya yang ke-527, Kuningan tak hanya merayakan perjalanan waktu. Melalui babarit, ia juga merayakan akar budayanya, merayakan tanah yang tetap memberi hidup, serta merayakan kebersamaan yang membuatnya tegak hingga hari ini. Tradisi yang sederhana, namun justru di situlah letak kemegahannya.


Acara semakin meriah dengan iringan musik tradisi Tarawangsa, kacapi suling, hingga kidung Sang Golewang, yang menambah kekhidmatan suasana kebersamaan di Pendopo Kuningan. Hadir jajaran Forkopimda, kepala kepala OPD, camat, serta masyarakat yang memadati area pendopo. 




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama